Keberuntungan Memiliki Bening Hati
Keberuntungan memiliki hati yg bersih sepatut membuat diri kita berpikir keras tiap hari menjadikan kebeningan hati ini menjadi aset utama untuk menggapai kesuksesan dunia dan akhirat kita. Subhanallaah betapa kemudahan dan keindahan hidup akan senantiasa meliputi diri orang yg berhati bening ini. Karena itu mulai detik ini bulatkanlah tekad untuk bisa menggapai susun pula program nyata untuk mencapainya.
Kamis, 01 April 2010
- Ilmu Carilah terus ilmu tentang hati keutamaan kebeningan hati kerugian kebusukan hati bagaimana perilaku dan tabiat hati serta bagaimana utk mensucikannya. Diantara ikhtiar yg bisa kita lakukan adalah dgn cara mendatangi majelis taklim membeli buku-buku yg mengkaji tentang kebeningan hati mendengarkan ceramah-ceramah berkaitan dgn ilmu hati baik dari kaset maupun langsung dari nara sumbernya. Dan juga dgn cara berguru langsung kepada orang yg sudah memahami ini dgn benar dan ia mempraktekan dalam kehidupan sehari-harinya. Harap dimaklumi ilmu hati yang disampaikan oleh orang yg sudah menjalani akan memiliki kekuatan ruhiah besar dalam mempengaruhi orang yg menuntut ilmu kepadanya. Oleh karena carilah ulama yg dgn gigih mengamalkan ilmu hati ini.
- Riyadhah atau Melatih Diri Seperti kata pepatah “alah bisa krn biasa”. Seseorang mampu melakukan sesuatu dengan optimal salah satu krn terlatih atau terbiasa melakukannya. Begitu pula upaya dalam membersihkan hati ini ternyata akan mampu dilakukan dengan optimal jikalau kita terus-menerus melakukan riyadhah .
Adapun bentuk latihan diri yang dapat kita lakukan untuk menggapai bening hati ini adalah Menilai kekurangan atau keburukan diri. Patut diketahui bahwa bagaimana mungkin kita akan mengubah diri kalau kita tak tahu apa-apa yang harus kita ubah bagaimana mungkin kita memperbaiki diri kalau kita tak tahu apa yg harus diperbaiki. Maka hal pertama yang harus kita lakukan adalah dengan bersungguh-sungguh untuk belajar jujur mengenal diri sendiri dengan cara Memiliki waktu khusus untuk tafakur.
Setiap ba’da shalat kita harus mulai berpikir; saya ini sombong atau tidak? Apakah saya ini riya atau tidak? Apakah saya ini orang takabur atau tidak? Apakah saya ini pendengki atau bukan? Belajarlah sekuat tenaga untuk mengetahui diri ini sebenarnya. Kalau perlu buat catatan khusus tentang kekurangan-kekurangan diri kita {tentu saja tak perlu kita beberkan pada orang lain}. Ketahuilah bahwa kejujuran pada diri ini merupakan modal yang teramat penting sebagai langkah awal kita untuk memperbaiki diri kita ini Memiliki partner.
Kawan sejati yang memiliki komitmen untuk saling mengkoreksi semata-mata untuk kebaikan bersama yang memiliki komitmen untuk saling mewangikan mengharumkan memajukan dan diantara menjadi cermin bagi satu yang lainnya. Tidak ada yg ditutup-tutupi. Tentu saja dengan niat dan cara yang benar jangan sampai malah saling membeberkan aib yg akhir terjerumus pada fitnah. Partner ini bisa istri suami adik kakak atau kawan-kawan lain yang memiliki tekad yg sama untuk mensucikan diri. Buatlah prosedur yg baik jadwal berkala sehingga selain mendapatkan masukan yang berharga tentang diri ini dari partner kita kita juga bisa meni’mati proses ini secara wajar.
Memanfaatkan orang yg tak menyukai kita. Mengapa? Tiada lain karena orang yg membenci kita ternyata memiliki kesungguhan yang lebih dibanding orang yang lain dalam menilai memperhatikan mengamati khusus dalam hal kekurangan diri. Hadapi mereka dengan kepala dingin tenang tanpa sikap yang berlebihan. Anggaplah mereka sebagai aset karunia Allah yang perlu kita optimalkan keberadannya. Karena jadikan apapun yang mereka katakan apapun yang mereka lakukan menjadi bahan perenungan bahan untuk ditafakuri bahan untuk dimaafkan dan bahan untuk berlapang hati dengan membalas justru oleh aneka kebaikan. Sungguh tak pernah rugi orang lain berbuat jelek kepada diri kita. Kerugian adalah ketika kita berbuat kejelekkan kepada orang lan.
Tafakuri kejadian yang ada di sekitar kita.
Tulisan Lainnya
Kumpulan Hadits tentang Keluarga
Lelaki tua itu menjawab: "Tanyakan saja kepadanya, ya Rasulullah, bukankah saya menafkahkan uang itu untuk beberapa orang ammati (saudara ayahnya)